HIV/AIDS
HIV/AIDS
Acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan disebabkan
oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala
penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi
diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan
masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai
implikasi yang bersifat internasional dengan angka moralitas yang
peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya manifestasi
klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi melaporkan bahwa
penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang dengan
perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan
sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan
tahun 1988, sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya
sebagai AIDS di Amerika Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease
Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru
terus-menerus di monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya. Ramalan
baru-baru ini dari United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada
akhir tahun 1991, banyaknya kasus AIDS secara keseluruhan di Amerika Serikat
doperkirakan akan meningkat paling sedikit menjadi 270.000 dengan 179.000
kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis
dan 54.000 kematian yang berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama tahun
1991 saja. Sebagai perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika
selama masa perang di Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data
Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara kumulatif
tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orang dan AIDS
6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat
menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga
dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang
sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stress
psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan
mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross
(1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat
menimbulkan kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta
mempercepat terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun
secara signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan
anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4
hingga mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada
umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun
berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya
perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain
yang berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress
yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan
melalui sel astrosit pada cortical
dan amigdala pada system limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis
akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu pengeluaran
ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks adrenal
agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive terutama
pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi,
maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga
dapat menekan system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas
APC (makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN ;
IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat
merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien
dapat beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam
pemberian dukungan social berupa dukungan emosional, informasi, dan material
(Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman Dan Lazarus, 1988).
Salah
satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan
keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan
social yang bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi
HIV, meliputi modulasi respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990),
respon psikologis, dan respon social (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian
bidang imunologi memilki empat variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan
social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam
mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada
paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).
Pengertian HIV/AIDS
AIDS atau Sindrom Kehilangan
Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia
seesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan
kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena bebrbagai jenis infeksi bakteri,
jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu
penderita AIDS sering kali menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan
imfoma yang hanya menyerang otak. Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk
dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan
DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang
panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode
imkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda
dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan
menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+
dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Secara structural morfologinya,
bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang
melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3
gen yang merupakan komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu
gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env
adalah kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag
mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease,
integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan
glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu :
rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
Siklus
Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV
memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus
menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus
dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel
dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan.
Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana
replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi
menjadi 5 fase, yaitu :
·
Masuk dan mengikat · Budding
·
Reverse transkripstase · Maturasi
·
Replikasi
Tipe HIV
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan
AIDS: HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 bermutasi lebih cepat karena
reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam
daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi
Individu dapat terinfeksi oleh
subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika
selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub tipe C: Brasil,india,afrika
selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung
lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru d seluruh dunia
Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut
lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus
111 (HTLV-111) yang juga di sebut human
T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk.
Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika
serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan
di afrika tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam
darahnya mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus
tersebut ialah HIV.
Hiv terdiri atas hiv-1 DAN hiv-2
terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang di
lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas
dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang di sebut
limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat
mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan
menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau
oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus
AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban
untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus
AIDS dengan jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya
tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga
penderita tetap akan merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang
dapat menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang
yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama
sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat
berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.
Patofisiologi Virus HIV/AIDS
1.
Mekanisme system imun yang normal
Sistem
imun melindungi tubuh dengan cara
mengenali bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi
terhadapnya. Ketika system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus
HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri
atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus,
nodus limfa, limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah, dan limfa.
o Sel B
Fungsi
utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masing-masing sel B mampu
mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi
antibodi spesifik. Antibody bekerja
dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis
(proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau
dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan
respon inflamasi).
o Limfosit T
Limfosit T
atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a.
Regulasi sitem imun
b.
Membunuh sel yang menghasilkan
antigen target khusus.
Masing-masing sel T mempunyai marker
permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+, yang
membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu
mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat antigen target
khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau
bakteri seperti sel kanker.
o Fagosit
·
Komplemen
2. Efek dari virus HIV terhadap system
imun
Infeksi
Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A)
Infeksi
primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali masuk ke dalam
tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien menunjukkan jumlah virus
yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah.
Sejumlah
virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang
baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala
dari sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala,
mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan, dan
timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu
setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering
salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
Selama
imfeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan
cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ yang ada di nodus limfa
dan thymus. Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV rentan
terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi
limfosit T. Tes antibody HIV dengan menggunakan
enzyme linked imunoabsorbent assay (EIA) akan menunjukkan hasil positif.
3.
Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV
menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1.
Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan
seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan
bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan
vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau
mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding
vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran
darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2. Ibu
pada bayinya
Penularan
HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika,
prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak
20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya
mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan
melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa
bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).
3.
Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat
cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar
ke seluruh tubuh.
4.
Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat
pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat lain yang
darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di gunakan
untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995).
5.
Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti
jarum,pisau,silet,menyunat seseorang, membuat tato,memotong rambut,dan
sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa
disterilkan terlebih dahulu.
6.
Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum
suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah
pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV.
Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna
tempat penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi
untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan
makan,pakaian,handuk,sapu tangan,toilet yang di pakai secara
bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan penderita
HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan hubungan social yang lain.
Manifestasi Klinis
Gejala dini
yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa
sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan
lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik,
kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase
infeksi HIV yaitu :
1.Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase
pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi
gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah
bening.
2.Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi
pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu
malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh
jamur kandida di mulut.
3.AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah
menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai
jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini
penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah
dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4.Full Blown AIDS.
Pada fase ini
sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi
sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik,
sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik,
gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya.
Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum
waktunya.
- Infeksi akut : flu selama 3-6 minggu setelah infeksi, panas dan rasa lemah selama 1-2 minggu. Bisa disertai ataupun tidak gejala-gejala seperti:bisul dengan bercak kemerahan (biasanya pada tubuh bagian atas) dan tidak gatal. Sakit kepala, sakit pada otot-otot, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar, diare (mencret), mual-mual, maupun muntah-muntah.
- Infeksi kronik : tidak menunjukkan gejala. Mulai 3-6 minggu setelah infeksi sampai 10 tahun.
- Sistem imun berangsur-angsur turun, sampai sel T CD4 turun dibawah 200/ml dan penderita masuk dalam fase AIDS.
- AIDS merupakan kumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Gejala yang tampak tergantung jenis infeksi yang menyertainya. Gejala-gejala AIDS diantaranya : selalu merasa lelah, pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha, panas yang berlangsung lebih dari 10 hari, keringat malam, penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, bercak keunguan pada kulit yang tidak hilang-hilang, pernafasan pendek, diare berat yang berlangsung lama, infeksi jamur (candida) pada mulut, tenggorokan, atau vagina dan mudah memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.
Stadium Infeksi
AIDS
Council of NSW
Penderita tetap merasa sehat, hal ini dapat berlangsung
sampai beberapa tahun.
Penderita mengalami gejala-gejala
yang lebih berat oleh karena daya tahan tubuh yang menurun (AIDS, Aquired Immunodeficiency Syndroms).
WHO
Stadium I
Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap. Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala,
aktivitas normal.
Stadium II
Kehilangan berat
badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang ringan (dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa mulut yang sering
kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir; ISPA (infeksi saluran nafas bagian atas) yang berulang, misalnya sinusitis karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas
normal.
Stadium III
Penurunan berat
badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan;
Demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari
1 bulan; Candidiasis pada
mulut; Bercak putih pada mulut berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya: pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari 15 hari dalam satu bulan terakhir.
Stadium IV
- Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.
- Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).
- Toksoplasmosis pada otak.
- Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
- Kriptokokosis di luar paru.
- Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.
- Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau dalam rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.
- PML(progressivemultifocalencephalopathy) atau infeksi virus dalam otak.
- Setiap infeksi jamur yang menyeluruh, misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis.
- Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru.
- Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.
- Septikemia salmonela bukan tifoid.
- TB di luar paru.
- Limfoma.
- Kaposi’s sarkoma.
- Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.
Komplikasi
a.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek,
sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus
(HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
b.
Neurologik
1.
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus
(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
2.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
3.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
4.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
d.
Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii,
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek
nafas pendek
,batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
e.
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes
simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma,
dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f.
Sensorik
· Pandangan :
Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
· Pendengaran : otitis eksternal akut dan
otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Konfirmasi diagnosis dilakukan
dengan uji antibody terhadap antigen virus structural. Hasil positif palsu dan
negative palsu jarang terjadi.
2.
Untuk transmisi vertical (antibody
HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV negative), serologi tidak berguna
dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3.
Untuk memantau progresi penyakit,
viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu).
Pemeriksaan VL sebelum pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan
pemeriksaan pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL).
menghitung CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200
sel/mm3 menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan
penunjang dasar yang diindikasikan adalah sebagai berikut :
Semua pasien CD4
<200 sel/mm3
Antigen permukaan HBV* Rontgen toraks
Antibody inti HBV+ RNA HCV
Antibody HCV Antigen
kriptokukus
Antibody IgG HAV OCP
tinja
Antibody Toxoplasma
Antibody IgG sitomegalovirus CD4
<100 sel/mm3
Serologi Treponema PCR
sitomegalovirus
Rontgen toraks Funduskopi
dilatasi
Skrining GUM EKG
Sitologi serviks (wanita) Kultur
darah mikrobakterium
· HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C
· *Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.
· + Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi
· Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis
sebelumnya, pengguna obat suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4.
ELISA
(Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang digunakan menegakkan
diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 98,1-100%.
Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5.
WESTERN
blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan
sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit,
mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6.
PCR
(polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :
a.
Tes
HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita HIV akan
membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah
yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil
pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (catatan : HIV
sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-nya sendiri).
b.
Menetapakan
status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi.
c.
Tes
pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d.
Tes
konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2.
7.
Serosurvei,
untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2 kali
pengujian dengan reagen yang berbeda.
8.
Pemeriksaan
dengan rapid test (dipstick).
Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi
perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah
terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1.
Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin
dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah
hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3.
Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang
tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.
Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5.
Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :
1.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT
tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3.
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
4.
Didanosine
5.
Ribavirin
6.
Diedoxycytidine
7.
Recombinant CD 4 dapat larut
8.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya
rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
9.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang,
makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
10.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat
mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
Dampak yang timbul akibat epidemi HIV/
AIDS dalam masyarakat adalah :
menurunnya kualitas
dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka kematian tinggi dikarenakan penularan virus HIV/
AIDS pada bayi, anak
dan orang
tua; serta adanya ketimpangan sosial
karena stigmatisasi terhadap penderita HIV/
AIDS masih kuat.
Pencegahan HIV/AIDS
Cara mencegah masuknya suatu penyakit
secara umum di antaranya dengan membiasakan hidup sehat, yaitu mengkonsumsi
makanan sehat, berolah raga, dan melakukan pergaulan yang sehat. Beberapa
tindakan untuk menghindari dari HIV atau AIDS antara lain:
- Hindarkan hubungan seksual diluar nikah dan usahakan hanya berhubungan dengan satu pasangan seksual.
- Pergunakan selalu kondom, terutama bagi kelompok perilaku resiko tinggi.
- Seorang ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata positif HIV sebaiknya jangan hamil, karena bisa memindahkan virusnya kepada janin yang dikandungnya. Akan bila berkeinginan hamil hendaknya selalu berkonsultasi dengan dokter.
- Orang-orang yang tergolong pada kelompok perilaku resiko tinggi hendaknya tidak menjadi donor darah.
- Penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti; akupunktur, jarum tatto, jarum tindik, hendaknya hanya sekali pakai dan harus terjamin sterilitasnya.
- Jauhi narkoba, karena sudah terbukti bahwa penyebaran HIV atau AIDS di kalangan panasun (pengguna narkoba suntik) 3-5 kali lebih cepat dibanding perilaku risiko lainnya. Di Kampung Bali Jakarta 9 dari 10 penasun positif HIV.
Pemeriksaan sedini mungkin untuk mengetahui infeksi HIV sangat membantu dalam pencegahan dan pengobatan
yang lebih lanjut. Tes HIV untuk yang beresiko dilakukan setiap 6
bulan, selain itu pencegahan dapat mengurangi faktor
resiko. Apabila sudah terdiagnosis infeksi HIV dilakukan dengan dua cara pemeriksaan antibodi
yaitu ELISA dan Western
blot. Tes Western blot
dilakukan di negara-negara
maju, sedangkan untuk negara
berkembang dinjurkan oleh WHO pemeriksaan menggunakan tes ELISA yang dilakukan 2-3 kali.
1. Tes Elisa – Keuntungan : murah; efisien; cocok untuk
testing dalam jumlah besar; dapat mendeteksi HIV-1, HIV-2 dan varian HIV; cocok
dalam surveilans dan pelayanan
transfuse darah terpusat. Kelemahan : butuh staf dan tehnisi laboratorium
yang terampil dan terlatih; peralatan canggih; sumber listrik konstan; waktu
yang cukup.
2. Tes Sederhana/ Cepat – Keuntungan : hasil cepat;
menggunakan sampel darah
lengkap (whole blood); tidak
butuh peralatan khusus; sederhana; dapat dikerjakan oleh staf dengan pelatihan
terbatas; tidak perlu listrik; dapat dipindah-pindahkan dan fleksibel; hasil mudah dibaca; punya kontrol internal sehingga hasil akurat;
rancangan tes tunggal untuk spesimen terbatas. Kelemahan : lebih mahal dari tes
ELISA; butuh mesin pendingin (2o C dan 30 o C);
meningkatkan potensi testing wajib; pemberitahuan hasil tes tidak terpikirkan
implikasinya.
3. Tes Air Liur dan Air Kencing – Keuntungan : prosedur
pengumpulan lebih sederhana; cocok untuk orang yang menolak memberikan darah; menurunkan resiko kerja; lebih aman (karena mengandung sedikit virus). Kelemahan : harus
mengikuti prosedur testing yang spesifik dan hati-hati; berpotensi untuk
testing mandatory; mendorong
timbulnya mitos penularan HIV lewat ciuman; belum banyak dievaluasi di
lapangan.
4. Tes Konfirmasi (Western
blot) – Keuntungan : untuk memastikan suatu hasil positif dari tes
pertama. Kelemahan : mahal; membutuhkan peralatan khusus; pemeriksa harus
terlatih.
5. Antigen Virus - Keuntungan
: mengetahui infeksi
dini HIV; skrinning darah;
mendiagnosis infeksi
bayi baru lahir;
memonitor pengobatan
dengan ARV. Kelemahan : kurang sensitif untuk tes darah.
6. VCT (Voluntary
Counseling And Testing) - Kelemahan : perlu pelayanan konseling
yang efektif; konselor perlu disupervisi; konselor terkadang perlu konseling.
Pengobatan HIV/ AIDS
yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV (antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam
tahap penelitian.
Jenis obat-obat antiretroviral :
- Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host) dan fusion inhibitors (mencegah fusi membran luar virus dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti pada manusia.
- Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA virus ke dalam DNA sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.
- Integrase inhibitors, menghalangi kerja enzim integrase yang berfungsi menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus. Penelitian obat ini pada manusia dimulai tahun 2001 (S-1360).
- Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).
- Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger) kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih dalam penelitian tahap lanjut pada manusia.
- Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini masih dalam percobaan.
Perawatan
dan Dukungan
Perawatan dan dukungan untuk ODHA (orang dengan HIV/
AIDS) sangat penting sekali. Hal tersebut
dapat menimbulkan percaya diri/ tidak minder dalam pergaulan. ODHA sangat
memerlukan teman untuk memberikan motivasi hidup dalam menjalani kehidupannya. HIV/
AIDS memang belum bisa diobati, tetapi
orang yang mengidap HIV/ AIDS
dapat hidup lebih lama menjadi apa yang mereka
inginkan.
Kiat
Hidup Sehat Dengan HIV/AIDS
4)
Sayangilah diri sendiri.
5)
Temuilah teman/ saudara
sesering mungkin.
6)
Temui dokter bila ada masalah/
keluhan.
7)
Berusaha
untuk menghindari infeksi
lain, penggunaan obat-obat tanpe resep dan hindari mengurung diri sendiri.
Perawatan
di rumah (home care)
1. Melakukan pendidikan pada odha dan keluarga tentang pengertian, cara penularan, pencegahan, gejala-gejala, penanganan
hiv/
aids, pemberian perawatan, pencarian
bantuan dan motivasi
hidup.
2. Mengajar keluarga ODHA tentang bertanya dan mendengarkan, memberikan informasi dan mendiskusikan, mengevaluasi pemahaman, mendengar dan menjawab pertanyaan, menunjukkan cara melakukan sesuatu
dengan benar dan mandiri serta pemecahan masalah.
3. Mencegah penularan HIV di rumah dengan cara cuci
tangan, menjaga kain sprei dan baju tetap
bersih, jangan berbagi barang-barang tajam.
4. Menghindari infeksi lain seperti dengan cuci
tangan, menggunakan air bersih dan matang
untuk konsumsi, jangan meludah sembarang tempat, tutup mulut/ hidung saat batuk/
bersin, buanglah sampah pada tempatnya.
6. Merawat anak-anak dengan HIV/ AIDS,
yaitu dengan memberikan makanan
terbaik (ASI), memberikan imunisasi, pengobatan
apabila si kecil sudah terinfeksi, serta memperlakukan anak secara normal.
Gejala-gejalanya seperti demam, diare,
masalah kulit, timbul bercak putih pada mulut dan tenggorokan, mual dan muntah,nyeri, kelelahan dan kecemasan serta kecemasan dan depresi.
8. Perawatan paliatif (untuk memberikan perasaan nyaman dan
menghindari keresahan, membantu belajar mandiri, menghibur saat sedih,membangun motivasi diri).
Komentar
Posting Komentar