DIBALIK RINTIK HUJAN



Di Balik Rintik Hujan


10 Desember 2009
Waktu semakin sore, suasana sekolah juga semakin sepi, tak banyak siswa yang masih berada di sekolah. Hanya ada beberapa siswa yang sedang berlari menembus hujan yang semakin deras, mungkin mau pulang.
Aku masih duduk di bangku paling pojok di kelas. Cuaca hari ini sangat mendukung perasaanku yang kelabu, hatiku menangis bersamaan dengan langit yang membiarkan rintik hujan itu jatuh membasahi bumi. Waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, tapi aku masih enggan beranjak pulang. Hari ini aku tak memiliki semangat untuk berhujan-hujanan.
Entah sampai jam berapa hujan ini akan reda, akhirnya aku putuskan untuk pulang dan membiarkan tubuhku basah. Sekarang aku sudah tak melihat siapapun lagi kecuali  penjaga sekolah yang sedang mengunci ruang kelas. Langkah kakiku pendek, sengaja aku berjalan pelan, kesukaanku terhadap hujan kembali muncul ketika butiran bening itu mengenai tubuhku.
Langkah kakiku terhenti saat aku melewati pohon palem di taman sekolah. Kulihat ada seorang lelaki yang tak lagi mengenakan seragam putih abu-abu  sedang duduk di bawah pohon itu. Lelaki yang sangat aku rindukan, lelaki yang sedang aku nanti senyuman dan suaranya. Sudah seminggu terakhir aku tak mengetahui kabarnya. Dengan cepat kakiku melangkah kearahnya, seperti ada kebahagiaan yang tiba-tiba muncul dan membawa semangat untukku.
“Kak Ari..? kak Ari lagi ngapain di sini? Aku kangen banget sama kak Ari. Kakak kok nggak ngasih kabar sama aku sih.!” Tanyaku beruntun, tapi yang ditanya tetap diam, kepalanya menunduk.
“Kak..??” Panggilku lagi.
Dia berdiri, wajahnya menyimpan berjuta kesedihan. “Jani,, maafin kakak yah.”
Aku binggung, dia tak menjawab pertanyaanku tapi malahan meminta maaf. 
“Maaf, karena kakak nggak bisa nepatin janji kakak sama kamu, hubungan kita cukup sampai disini saja ya.” Katanya dengan suara yang lirih, tatapan matanya nanar.
“Tapi kak, aku sangat menyayangi kakak, aku…” Aku belum selesai berbicara tapi tiba-tiba dia mengecup keningku. Hangat, kecupan yang hangat tulus dari hati, bahkan kehangatan itu mengalahkan dinginnya air hujan.
“Aku sangat menyayangimu Hujani.” Dia melepas kecupannya dan pergi begitu saja, tanpa memberikan alasan dia berlalu begitu saja membuat diriku makin bingung.
Aku berteriak memanggil namanya tapi dia tak peduli langkah kakinya makin cepat meninggalkanku sendiri di tengah hujan. Aku tak sanggup untuk mengejarnya lututku sangat lemas, kubiarkan tubuhku jatuh bersimpuh. Kebahagiaan yang baru kurasakan hilang disapu oleh derasnya hujan, butiran hangat dari mataku pun tak bisa kutahan, kubiarkan semuanya keluar. Ya, hanya tangis dan sakit yang kurasakan.
***
10 Desember 2012
Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 21. Sama seperti 3 tahun lalu, hari ini hujan turun begitu deras. Untuk kesekian kalinya aku masih duduk memandangi hujan dari balik tirai jendela kamarku. Seperti ulang tahunku sebelumnya, aku merayakannya hanya di temani sepotong kue dan butiran hujan yang memercik ke jendela disampingku.
Aku menyalakan lilin yang ada di atas kue ulang tahunku. Ku pandangi kue yang ada di depanku. Kenangan masa laluku kembali muncul, aku teringat saat ulang tahunku yang ke 17, aku merayakannya bersama Ari. Waktu itu aku merasa sangat bahagia, aku belum pernah merasakan kebahagiaan seperti itu sebelumnya. Ditambah lagi aku dan Ari dilahirkan ditanggal dan bulan yang sama, hanya saja Ari lebih tua 1 tahun dariku.
Cairan bening mulai keluar membasahi pipiku saat kenagan-kenangan indah itu muncul silih berganti. Kupejamkan kedua mataku, aku berdoa agar suatu saat nanti Ari akan kembali disisku dan menemani setiap hari-hari yang kulalui.
Kutiup lilin berbentuk angka 21 itu, tak ada sebercik kebahagiaan dihatiku saat ini. Hanya ada kesedihan dan harapan akan datangnya sosok Ari yang begitu aku rindukan. Sampai saat ini aku masih sangat menyayanginya, aku juga selalu menganggap hubunganku dengannya belum berakhir.
“Selamat ulang tahun Hujani, selamat ulang tahun Ari.” Ucapku dalam hati.
Aku beranjak dari kamarku, hatiku sudah sangat sesak dengan semua ini. Aku berjalan keluar rumah, menikmati setiap tetes air hujan yang membasahi tubuhku. Wajahku menegadah menatap langit, butiran air yang jatuh mengenai wajahku seakan membersihkan semua kesedihan yang sedang aku rasakan.
Aku tak peduli dengan orang-orang berpayung yang menatapku aneh. Aku tetap berjalan menyusuri jalan menuju taman di dekat rumahku. Sampai taman aku duduk di sebuah bangku yang menghadap ke kolam ikan.
Disinilah pertama kalinya aku bertemu dengan Ari, sejak pertama bertemu aku sudah jatuh cinta dengannya. Aku ingat betul, waktu itu dia sedang berlari mencari tempat untuk berlindung dari guyuran hujan. Tapi tanpa sengaja aku yang sedang berlompat kegirangan karena hujan tertabrak tubuhnya.
“Hahahaha… kak Ari, kak Ari.” Aku tertawa mengingat kejadian itu, wajahnya panic melihat aku terjatuh dan kakiku keseleo.
***
 So this is me swallowing my pride standing in front of you saying I’m sorry for that night.. I go back to December all the time…
Cuaca pagi ini sangat dingin, tubuhku masih dibalut dengan selimut tebal yang sejak tadi malam melindungi tubuhku dari dinginnya udara bandung. Dengan malas-malasan aku mengangkat telepon yang sudah membangunkan tidur lelapku. Dalam hati aku menggerutu, siapa gerangan orang yang sepagi ini sudah menelepon, menganggu saja. Kulihat di layar ponselku, nomor yang tak dikenal.
“Iya hallo...” sapaku
“Hallo… Hujani aku tunggu kamu di taman tempat kau ukir namaku, jam 8.” Jawab seseorang diseberang sana.
“Ini siapa??” Tanyaku heran.
Tutt… tutt… tutt…
Belum ada jawaban dari orang itu, sambungan teleponnya sudah terputus. Tapi aku sangat mengenal suara itu, tapi suara siapa? Otaku berfikir sangat keras. Suara yang sudah lama tak aku dengar tapi sangat akrab di telingaku.
“Taman tempat aku ukir namanya?? Ya Tuhan… Kak Ari, aku ingat itu suara kak Ari.” Ucapku dengan semangat. Aku bergegas mandi dan berganti pakaian.
Aku sudah berada di taman dekat rumahku, aku melihat seorang laki-laki duduk di bangku taman. Aku sangat yakin jika itu adalah kak Ari, akupun berlari ke Arahnya. Semakin dekat, dan tak salah lagi dia adalah orang yang selama ini aku tunggu. Aku langsung memeluknya. Segala kerinduan yang aku rasakan 3 tahun terakhir seakan sirna.
“Kak Ari…” Aku menangis sejadinya, tangisan bahagia itu tak bisa aku tahan. Untuk beberapa saat kami saling berpelukan.
“Hujani,, maafin kakak ya, kakak udah ninggalin kamu. Kamu maukan kalo kakak menjadi pendamping hidupmu dan menemani setiap harimu, kita akan menjalani hari-hari indah kita bersama.” Ucapnya menatapku.
“Kakak… bagaimana aku bisa menolak, kamu tau? 3 tahun aku tak bisa berhenti mencintaimu kak, dan selama itu pula aku yakin jika hari ini pasti akan datang.” Balasku terisak.
“Jani, aku janji, aku nggak akan ninggalin kamu lagi…”
“Iya kak, tapi kenapa dulu kamu ninggalin aku kak, tanpa jejak sama sekali, nggak ada yang tau dimana keberadaanmu, bahkan keluarga dan teman-temanmupun tak tau.”
“Maaf Jani, kakak yang minta mereka supaya nggak ngasih tau keberadaan kakak, kakak cuman nggak pengin ngganggu sekolah kamu dulu, makanya kakak pergi. Sebenarnya kakak selalu ada di dekatmu. Kakak selalu tau bagaimana keadaanmu.”
“Loh? Tapi kenapa aku nggak pernah lihat kakak?” tanyaku heran.
“Rahasia donk !!”
“Yah.. kakak..” Kami kembali berpelukan, aku tak peduli tentang alasannya, atau bagaimana dia selalu tau keadaanku. Yang terpenting dia sudah kembali dikehidupanku lagi.
“Kak… lihat, udah mulai gerimis nih, kita cari tempat berteduh yuk.”
“Nggak ahh.. kita ujan-ujanan aja yah.”
“Kakak kan nggak suka ujan?”
“Kata siapa.. gara-gara kamu, kakak jadi kaya anak kecil tau. Jadi suka ujan-ujanan.”
Akupun menuruti perkataannya, kami menikmati guyuran hujan bersama. Bagaikan anak kecil yang baru saja di beri lollipop oleh ibunya, kami sangat bahagia.
Aku tak pernah berhenti untuk menyukai hujan, bagiku hujan adalah sumber semangat untukku agar menjalani hidup dengan tetap tersenyum meskipun banyak kesedihan yang tersimpan. Setiap kali memandang hujan, aku bisa merasakan ketenangan. Begitu banyak kisah yang aku alami dibalik hujan. Dan semua kisah itu aku simpan di sebuah ruang di hatiku.

~SELESAI~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hikayat si Miskin

Presentasi Mind Mapping

KULTUM BAHASA JAWA